Monday, February 11, 2013

PROFIL DESA - SOSIAL BUDAYA


Masyarakat desa Cikareo Utara sebagian besar merupakan etnis Sunda dan beragama Islam. Warga desa Cikareo Utara, sebagaimana masyarakat Sunda pada umumnya, sangat menjunjung tinggi keramahtamahan dan kesopanan. Mereka sangat senang diajak bercakap-cakap dan berbasa-basi. Mereka pun selalu saling menyapa jika bertemu dengan tetangga atau warga yang lain. Mereka menerima dengan sangat ramah pendatang.

Tidak seperti masyarakat perkotaan yang sangat individualis, masyarakat pedesaan di Cikareo Utara mengembangkan sikap gotong-royong, kebersamaan, toleransi, simpati, empati, dan sosialisme yang tinggi. Ini terbukti ketika ada salah seorang warga yang sakit hingga harus dirawat ke rumah sakit di luar kota, misalnya di Sumedang, para tetangga dengan sukarela berbondong-bondong menjenguknya ke Sumedang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat desa Cikareo Utara saling mengenal satu sama lain (terutama antar sesama masyarakat di dusun yang sama) sehingga tidak mengherankan jika sudah terjalin rasa simpati dan kebersamaan yang cukup tinggi walaupun kebersamaan antar dusun masih harus dirajut dengan lebih kuat.
Sebagaimana kehidupan masyarakat Jawa Barat yang lainnya, penduduk desa Cikareo Utara adalah etnis (suku bangsa) Sunda yang berbudaya Sunda. Adapun etnis-etnis lainnya seperti Jawa atau Minang sangat jarang bahkan tidak ada di desa ini karena mayoritas etnis-etnis lain seperti itu tinggal di daerah perkotaan seperti kota Wado.

Bahasa sebagai salah satu unsur budaya juga merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini, di Cikareo Utara, bahasa Sunda termasuk bahasa utama (bahasa ibu) yang selalu digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Penggunaan bahasa Sunda beserta undak-usuk basa-nya sangat kental dan masih terlestarikan dengan sangat baik. Bahasa Sunda sering digunakan dalam acara-acara apapun di desa, misalnya pengajian yang ceramahnya menggunakan bahasa Sunda atau bahkan dalam acara-acara resmi pemerintahan di desa sekalipun yang acapkali menggunakan bahasa Sunda (terutama bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Sunda). Sedangkan bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua yang biasanya digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan di sekolah-sekolah.

Budaya Sunda di desa Cikareo Utara masih terpelihara walaupun semakin lama semakin mengalami penurunan yang mengkhawatirkan sehingga diperlukan adanya pelestarian akan kebudayaan tradisional Sunda di desa ini. Walapun demikian, masih adanya tradisi, kepercayaan, situs-situs makam, dan beberapa kesenian tradisional yang mewarnai kehidupan masyarakat merupakan bukti bahwa desa Cikareo Utara masih menjunjung nilai-nilai kebudayaan lokal.

Salah satu tradisi yang masih kadang-kadang dilakukan oleh masyarakat Cikareo Utara adalah Ruwatan Kampung. Ruwatan Kampung adalah pesta panen, suatu acara tahunan bagi para petani di desa Cikareo Utara yang merupakan suatu bentuk acara syukuran atas hasil panen yang telah dicapai. Dalam acara ini, biasanya kekayaan desa diruwat dan para warga berkumpul di suatu tempat untuk makan-makan bersama dan berdoa, memohon agar dihindarkan dari bala bencana serta agar hasil panen terus melimpah. Ruwatan Kampung yang terakhir diadakan di dusun Nagrak.

Selain itu, ada pula tradisi ruwatan yang disebut Rebo Wakasan. Rebo Wakasan ini biasanya diadakan di bulan Sapar (dalam penanggalan Jawa). Di Rebo Wakasan ini, orang-orang yang memiliki benda-benda keramat seperti keris atau batu ajimat pergi ke masjid untuk meruwat barang-barang keramat mereka.

Di bulan Mulud (atau bulan Rabiul Awal dalam penanggalan Islam), masyarakat pun sering mengadakan acara-acara Muludan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Muludan biasanya dilaksanakan di masjid, musholla, atau langgar-langgar berupa pengajian atau tabligh akbar.

Kepercayaan pada hal-hal adikodrati pun masih tertanam di masyarakat. Misalnya, pada saat menginjak bulan Mulud (dalam penanggalan Jawa), jika menemukan sesuatu atau benda yang misalnya berupa uang atau apa saja di jalan, masyarakat dilarang mengambilnya. Hal ini disebabkan oleh adanya kepercayaan yang menyatakan bahwa di bulan Mulud biasanya banyak orang yang melakukan ritual pesugihan atau ritual mistis lainnya. Oleh karena itu, masyarakat takut dan tidak berani mengambil benda yang ditemukan karena benda itu dikhawatirkan merupakan benda yang digunakan untuk ritual mistis tertentu. Dengan demikian, kepercayaan kepada benda-benda keramat seperti keris atau batu-batuan (jimat) serta masih adanya warga desa yang melakukan ritual seperti pesugihan (misalnya tuyul) adalah bukti bahwa kepercayaan akan hal-hal gaib masih bereksistensi.

Kebudayaan dalam bidang kesenian juga merupakan bagian di desa Cikareo Utara. Salah satu aspek yang ditangani dan terus dilestarikan secara berkelanjutan adalah pembinaan berbagai kelompok kesenian. Pemerintah terus membina kelompok dan organisasi kesenian yang ada, walaupun dengan keterbatasan dana yang dialokasikan, namun semangat para pewaris kebudayaan di desa Cikareo Utara terus berusaha menjaga, merawat, serta memeliharanya agar budaya dan kelompok kesenian tersebut terus terpelihara.

Beberapa kelompok kesenian yang ada di desa Cikareo Utara yang masih eksis dan terawat walaupun kondisinya sangat memprihatinkan di antaranya dapat dilihat dilihat pada tabel di bawah ini:

Data Kelompok Budaya dan Kesenian di Desa Cikareo Utara Tahun 2011

No
JenisKelompokKesenian yang ada
Jumlah Group
Status
1
Seni Calung
1
Aktif
2
Wayang Golek
-
Pasif
3
Singa Depok
1
Aktif
4
Reog
-
Aktif
5
Pencak silat
2
Aktif
6
Kliningan
-
Pasif
7
Beluk
-
Pasif
8
Upacara Adat/ degung
1
Aktif
9
Qasidah
1
Pasif
10
Kuda Lumping
1
Aktif
JUMLAH
7

Sumber : Data Desa Cikareo Utara

Selain itu, ada pula jenis-jenis kesenian yang lain seperti Kuda Singa (yang terkenal dari dusun Gandoang) dan Jaipong Sekarwangi (bukan Jaipong dangdut, yang terkenal dari dusun Awilega). Kesenian Kuda Singa dari dusun Gandoang masih sering tampil di berbagai acara di Sumedang, sedangkan Jaipong sudah 5 tahun terakhir ini tidak ada dan keadaannya sangat mengkhawatirkan. Adapun kesenian Kuda Lumping pernah menorehkan prestasi, yakni pernah menjadi juara I tingkat kabupaten di Festival Budaya yang pernah diadakan pemerintah Kabupaten Sumedang.

Untuk kesenian modern atau semi-modern, di desa Cikareo Utara pun ada organ tunggal. Organ tunggal ini bersifat musiman, artinya sering diadakan dalam acara-acara tertentu saja seperti dalam acara hajatan, acara resmi di desa, atau perpisahan KKN. Begitupun dengan berbagai kesenian yang lainnya yang sangat jarang dan hanya bersifat musiman.

Disamping itu pula, masih banyak jenis kesenian yang ada di Cikareo Utara yang dulu sempat ada seperti Jaipong dan Kuda Renggong, namun sekarang menjadi tenggelam. Hal ini perlu dikembalikan pada beberapa tahun mendatang, sehingga anak cucu di desa Cikareo Utara akan teringat kembaliakan semua peninggalan  budaya nenek moyangnya, yang mana kondisi akhir-akhir ini (anak generasi/kelahiran 70’an sampai dengan sekarang) sudah banyak kehilangan dan sudah tidak mengenal lagi budaya karuhunnya.

Selain dalam bidang kesenian, kebudayaan Cikareo Utara juga tampak pada adanya beberapa situs makam keramat yang mengandung kepercayaan, cerita, atau mitos tertentu. Di desa Cikareo Utara ada 3 situs makam keramat, yakni:

1.      Situs Makam Bakanjati
2.      Situs Makam Gandoang
3.      Situs Makam Awilega Peuntas

Situs makam Bakanjati (Babakan Jati) terletak di dusun Nagrak, situs makam Gandoang terletak di dusun Gandoang, dan situs makam Awilega Peuntas terletak di dusun Awilega.

Adapun makam Bakanjati dianggap sebagai makam yang dikeramatkan karena konon katanya makam tersebut adalah makam leluhur desa yang bernama Darma Jati. Menurut kepercayaan dan cerita yang beredar, Darma Jati adalah orang pertama yang tinggal menetap di wilayah yang sekarang disebut dengan Cikareo Utara dan dia konon berasal dari Cirebon. Istrinya bernama Nyi Mas Lenggang Sari.

Begitu juga dengan makam Gandoang yang dikeramatkan. Makam Gandoang merupakan makam Uyut Ihwan yang merupakan salah seorang tokoh desa yang juga dihormati.

Kebudayaan yang ada di desa Cikareo Utara merupakan modal dasar pembangunan yang melandasi pembangunan yang akan dilaksanakan, warisan budaya yang bernilai luhur dan merupakan dasar dalam rangka pengembangan pariwisata budaya yang dijiwai oleh mayoritas keluhuran nilai agama Islam.

No comments:

Post a Comment